Selamat datang di www.wartamaranatha.blogspot.com - Memberitakan Injil dan Mendewasakan Kerohanian

Senin, 27 Februari 2012

KELUARGAKU, ISTANAKU


Tahu Whitney Houston? Benar, seorang penyanyi dan bintang film yang sukses, terkenal dan kaya raya, namun meninggal dalam kesedihan. Ketika wawancara eksklusif dengan Oprah Winfrey di TV menyatakan bahwa dia tidak bahagia dalam rumah tangga bahkan hidupnya tidak bahagia. Bagi Whitney “keluargaku, bukan istanaku”. Menyedihkan bukan? Bagaimana dengan kita? Memang ada banyak tantangan untuk menemukan keluarga yang bahagia. Ada masalah-masalah yang dapat saja dihadapi keluarga kita. Di sisi lain memang harus kita akui adanya godaan dunia dan tipu daya Iblis yang ingin menghancurkan keluarga-keluarga Kristen. Dan sebagai anak-anak Tuhan kita harus mengusahakan keluarga yang bahagia dengan anugerah dan kuat kuasa Tuhan kita, Yesus Kristus. Tetapi apapun kondisi yang sedang dihadapi seharusnya setiap orang Kristen percaya bahwa keluarga adalah istananya! Ada beberapa alasan mengapa “keluargaku, istanaku”. Mengapa kita seharusnya memandang bahwa ‘keluargaku, istanaku’?

1. Karena Allah-lah yang menciptakan (membentuk) keluarga bagi kita!
Hal ini tidak perlu diragukan lagi. Tuhan Allah-lah yang melihat bahwa Adam “tidak baik sendirian” sebab itu Tuhan menciptakan Hawa baginya (Kejadian 2:18). Bukan itu saja, Tuhan yang memberikan perintah agar Adam berkeluarga dengan Hawa dan memiliki anak-anak serta cucu (Kejadian 1:28). Tuhan mencipktakan keluarga bagi kita. Dan kerinduan Tuhan adalah kita berbahagia (Band. dengan istilah “tidak sendiri”) dengan keluarga yang dianugerahkan. Bukankah anak-anak adalah pemberian (anugerah, berkat) dari Allah? (Mazmur 127:3). Jadi, Allah-lah yang menciptakan keluarga kita. Itu sebabnya kita harus bersyukur atas keluarga kita. Tuhan yang memberikan, dan itu pasti yang terbaik bukan? Jadikanlah ‘keluargaku, istanaku’ dengan memahami bahwa Allah-lah yang membentuk keluarga kita masing-masing. Bukankah tidak ada kebetulan dalam hidup ini, termasuk dengan keluarga kita? Justru kita ada dalam keluarga kita supaya kita dengan anugerah Tuhan ‘turut’ mengusahakan keluarga kita menjadi keluarga yang utuh, bahagia dan diberkati. Menjadikan ‘keluargaku, istanaku’!

2. Karena Allah memiliki tujuan yang ilahi atas keluarga kita!.
Tidak ada sesuatu yang diciptakan Allah tanpa tujuan khususNya! Dan ketika Tuhan menciptakan keluarga, maka Dia juga memiliki tujuan yang indah. Tujuan itu adalah melalui keluarga, Allah ingin kita terus-menerus diubahkan MENJADI SERUPA DENGAN KRISTUS dan dengan demikian hidup dan keluarga kita memuliakan Dia! (Roma 8:28-29). Keluarga adalah salah satu wadah untuk kita berubah menjadi seperti Kristus. Tuhan memberikan kita suami, isteri atau orang tua, atau anak-anak supaya dengan mereka kita dapat diubah menjadi sama seperti Kristus. Karakter kita hari demi hari dikuduskan diubahkan menjadi serupa dengan Kristus. Pertama, kita seharusnya bersyukur dan memandang bahwa keluargaku adalah istanaku karena melalui kita diubahkan, kita dapat bertumbuh menjadi serupa Kristus. Keluarga dengan segala tantangannya bertujuan kita menjadi semakin dewasa rohani; entah Saudara suami, isteri, orang tua atau anak-anak, menantu atau mertua! Saudara percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala hal, termasuk melalui keluarga kita untuk menjadikan kita serupa Dia bukan? Kedua, kita harus memberikan diri dan hidup kita diubah menjadi serupa dengan Kristus! Terlalu sering kita meminta dan menuntut anggota keluarga kita berubah, tetapi sangat sedikit bahkan tidak untuk diri kita berubah. Bukan ini kehendak Tuhan! Kehendak Tuhan adalah kita mau memberikan diri dan hidup diubahkan Tuhan melalui keluarga kita. Mari kita mau diubahkanNya. Jadi, jika keluarga adalah pemberian Tuhan bagi kita supaya kita diubahkan menjadi serupa dengan Dia, tidakkah kita dapat berkata: “Keluargaku, istanaku”?

3. Karena waktu kita bersama keluarga ada batasnya.
Mazmur 90:10 mengingatkan kita bahwa waktu yang kita miliki terbatas. Ini bukan hanya waktu-waktu dalam hidup, tetapi seluruh bagian kehidupan, termasuk keluarga. Persis yang diingatkan oleh penulis Pengkhotbah bukan? Itu sebabnya Pemazmur dalam ayat 12 memohon kepada Tuhan supaya mengajarnya untuk “menghitung hari” supaya bijaksana. Bijak dan sadar bahwa waktu-waktu kita bersama keluarga ada batasnya, bukan saja kematian yang membatasi tetapi kelemahan tubuh (baca: penyakit) dan banyak hal lainnya. Ada saatnya kita tidak lagi bersama-sama mereka. Dan itu berarti setiap waktu kebersamaan kita dengan keluarga kita adalah anugerah yang terindah dari Tuhan. Nah, jika demikian apakah kita tidak akan bersyukur dapat bersama-sama keluarga kita? Itu sebabnya sudah sewajarnya bila kita katakan ‘keluargaku, istanaku’. Dan sudah seharusnya kita menggunakan waktu-waktu yang ada untuk mengasihi, berbagi dan menikmati sukacita bersama keluarga kita di dalam Tuhan Yesus. Jangan waktu justru diisikan dengan kemarahan, kebencian, ketidaksetiaan dan menjadikan keluarga kita bukan istana, tapi ‘neraka’. Tidakkah sebaiknya kita sudahi pertengkaran, kata-kata yang kasar dan menyakiti? Bagikan kasih Kristus antar keluarga dan kita akan selalu berbisik dalam hati: “Terima kasih Tuhan Yesus, sebab Engkau yang memberikan keluarga bagiku,; keluargaku, istanaku”.

Pdt. Lukas Widiyanto, S.Th.

Senin, 20 Februari 2012

SALING MENGASIHI, BAGAIMANA ?


Roma 12:9-10

Rasul Paulus menegaskan agar jemaat Roma saling mengasihi! Bukan saja jemaat Roma, tetapi kita yang mengaku orang-orang yang sudah dikasihi oleh Allah di dalam Tuhan Yesus. Sesudah menyampaikan doktrin atau ajaran bahwa kita sudah dibenarkan oleh Allah melalui Tuhan Yesus dalam pasal 1-11, Paulus mendesak kita untuk hidup dalam kasih Tuhan yang heran itu dalam pasal 12. Jadi, karena kita sudah dikasihi oleh Allah di dalam Tuhan Yesus, maka sudah seharusnya kita mengasihi sesama. Ini yang juga diajarkan rasul Yohanes. Karena kita sudah dikasihi Allah melalui kematian Tuhan Yesus, maka sudah seharusnya kita saling mengasihi (1 Yohanes 4:10-12). Kita dapat saling mengasihi karena kita adalah orang-orang yang sudah menerima dan merasakan kasih Allah dalam Tuhan Yesus. Mari kita mulai dari keluarga kita masing-masing. Suami isteri dan anak-anak saling mengasihi. Saling mengasihi antar jemaat dan sesama. Paulus bukan saja mengajarkan kita untuk saling mengasihi, tetapi bagaimana mengasihi sesama itu.

1. Mengasihi dengan TULUS.
“Hendaklah kasih itu jangan pura-pura” Mengasihi dengan tulus bukan dengan pura-pura. Pertama, ini berarti jangan mengasihi ‘di depan’ saudara, tetapi ‘di belakang’ membenci. Kasih janganlah munafik seperti ini. Bukan berarti jika kita tidak mengasihi, terus kita tunjukkan bahwa kita tidak mengasihi. Ini lebih salah dan buruk di hadapan Tuhan! Mengasihi bukan pilihan, tetapi keharusan dari Tuhan Yesus bagi kita, para penerima kasih Tuhan Yesus! Kita harus mengasihi tidak boleh tidak dan mengasihi dengan tulus, tidak berpura-pura. Kedua, mengasihi dengan tulus artinya tidak dengan motivasi yang salah. Banyak orang mengasihi karena ingin ‘diuntungkan’. Sehingga yang dikasihi hanya orang yang berkedudukan, kaya dan ‘yang menguntungkan’ saja. Ini bukan kasih yang tulus! Mari kita mengasihi dengan kasih yang tulus. Lihat Tuhan Yesus, Dia mengasihi dengan tulus. Zakheus yang kaya dikasihiNya bukan untuk cari keuntungan. Orang yang miskin, papa dan hina juga amat dikasihiNya, seperti Lazarus, perempuan yang terkenal sebagai pendosa dan orang miskin (lihat Injil Lukas 7, 19).
2. Mengasihi dengan PERBUATAN BAIK.
Mengasihi adalah selalu berhubungan dengan tindakan yang baik. Tidak dapat tidak. Itu sebabnya Paulus menempatkan kalimat “Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik” di antara dua ayat yang berbicara mengenai kasih (ayat 9a dengan ayat 10). Saya pastikan bahwa ayat ini menekankan dua hal. Pertama, kasih bertentangan dengan segala bentuk perbuatan jahat! Itu sebabnya jauhilah segala perbuatan jahat yang jelas-jelas bertentangan dengan karakteristik kasih! Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus menunjukkan sifat kasih yang bertentangan dengan segala perbuatan yang jahat (1 Korintus 13:4-7). Jadi apabila kita mengasihi saudara-saudara kita, tidak mungkin kita melakukan perkara-perkara yang jahat. Kedua, ayat ini menegaskan bahwa mengasihi harusnya dengan perbuatan nyata, yaitu perbuatan yang baik! Jangan hanya mengasihi dengan perkataan, tetapi perbuatan baik yang nyata! (Band. 1 Yohanes 3:18). Paulus memberikan contoh-contoh praktis. Saling mendahului dalam memberi hormat (ayat 10). Saling membantu dalam kemurahan hati (ayat 13). Saling memberkati, bahkan yang memusuhi pun kita berkati (ayat 14). Merasakan apa yang dirasakan jemaat (senasib dan sepenanggungan ayat 15). Mari kita saling mengasihi dengan perbuatan baik yang nyata.
3. Mengasihi sebagai SAUDARA.
Kita harus saling mengasihi sebagai “Saudara”. Kata sebagai ‘saudara’ dari bahasa Yunani philotorgos yang menunjuk pada kasih diantara saudara yang memiliki hubungan keluarga. Bisa juga menunjuk pada kasih antara suami dengan isteri. Artinya, jemaat dipandang sebagai saudara di dalam keluarga Allah! Lihat saja, kakak adik (anak-anak) mereka saling mengasihi. Mereka bisa saja bertengkar, tetapi menariknya mereka akan segera berbaikan bukan? Bahkan jika salah satu terpisah, misalnya meninggal, sudah pasti saudaranya akan menangis dan merasa sangat kehilangan! Bahkan tidak mau ditinggalkan bukan? Nah, inilah kasih sebagai saudara. Sebagai jemaat Tuhan yang sudah menerima kasih Kristus, kita harus saling mengasihi sebagai saudara! Tidak mungkin kita tega atau bisa menyakiti saudara atau keluarga sendiri. Inilah kasih yang terus menerus. Kasih sebagai saudara tidak memberi tempat untuk saling menyakiti. Kasih persaudaraan tidak memberi tempat untuk perselisihan yang berlarut-larut atau kebencian. Kasih sebagai saudara justru menempatkan saudara-saudara seiman sebagai keluarga kita dalam Tuhan Yesus. Mari kita mengasihi sebagai saudara dalam Tuhan.

Akhirnya, mari para penerima kasih Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus, mari kita saling mengasihi. Mengasihi dengan tulus, mengasihi dengan perbuatan baik dan sebagai saudara dalam Kristus Yesus! Mau mulai mengasihi dari sekarang? Mengapa tidak?

Pdt. Lukas Widiyanto, S.Th.

Minggu, 12 Februari 2012

KASIH KARUNIA KRISTUS


Yohanes 8:1-11


Perempuan yang tertangkap basah berzinah itu menerima kasih karunia Kristus, Tuhan kita! Apa yang dimaksudkan dengan “kasih karunia” itu? Kasih karunia adalah pemberian Allah dalam Tuhan Yesus Kristus kepada orang yang sebenarnya tidak layak untuk menerimanya. Dan perempuan yang kedapatan berbuat zinah itu mendapatkannya! Tapi, dia hanyalah salah satu penerima kasih karunia Kristus ini. Masih ada lagi penerima-penerima kasih karunia Kristus yang luar biasa ini. Mau tahu siapa? Saudara! Ya, Saudara dan saya! Saya ingin memberitahu Saudara, bahwa Saudara adalah penerima kasih karunia Kristus saat percaya dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi Saudara. Apa yang diterima perempuan yang kedapatan berzinah itu, adalah kasih karunia yang juga kita terima.

1. Perempuan itu menerima PENGAMPUNAN Kristus.
Perempuan itu bukan perempuan baik-baik. Hari itu dia tertangkap basah sedang berzinah dengan laki-laki yang bukan suaminya dan para ahli Taurat, orang-orang farisi serta banyak orang membawanya kepada Yesus Tuhan untuk diadili! Menurut hukum Taurat dia harus dihukum mati! Tetapi perhatikan Tuhan Yesus memberikan pengampunanNya. “Lalu kata Yesus: ‘Akupun tidak menghukum engkau,. Pergilah...” (ayat 11). Hanya Tuhan Yesus yang pantas menghukum para pendosa seperti perempuan ini! mengapa? Pertama, karena hanya Tuhan Yesus yang tidak berdosa. Dia kudus!, sedangkan semua manusia termasuk orang-orang yang menghakimi perempuan itu tidak ada yang benar, semuanya berdosa (ayat 7-11). Sebab itu Tuhan Yesus layak dan berhak menghukum siapa saja yang berbuat dosa. Tetapi Tuhan Yesus tidak menghukum perempuan itu. Inilah pengampunan! Kedua, karena Tuhan Yesus adalah Anak Allah! Dialah Allah yang hidup yang sudah selayaknya menjatuhkan hukuman bagi yang berdosa. Tetapi Dia mengampuni perempuan itu. Inilah kasih karunia! Perempuan itu sepantasnya dihukum mati! Dia tidak layak diampuni bukan? Tetapi Tuhan Yesus memberikan kasih karunia, dia diampuniNya! Tahukah Saudara, bahwa Saudara yang percaya dan menerima Tuhan Yesus sudah diampuni? Ya, kita adalah penerima kasih karunia yang luar biasa ini. Tuhan Yesus sudah mengaruniakan pengampunanNya sehingga kita tidak lagi dibawah hukuman kekal (Roma 8:1).
2. Perempuan itu menerima PEMBELAAN Kristus.
Saya heran dan terkejut ketika membaca kisah ini,. Tuhan Yesus membela perempuan yang kedapatan berzinah! Bukankah selayaknya dia dihukum, paling tidak dijatuhi hukuman setimpal dan dikecam dengan keras? Tetapi Tuhan Yesus menghentikan ‘penghakimam masa’ itu. Dia bela perempuan pendosa ini. Bukankah ini kasih karunia? Perempuan yang tidak layak dibela justru menerima pembelaan Kristus. Tahukah Saudara, kita dibela oleh Tuhan kita, Yesus Kristus? Kita dibelaNya dari hukuman Taurat. Seperti perempuan itu dituntut untuk dihukum sesuai dengan Taurat, yaitu hukuman mati (Imamat 20:10; Ulangan 22:22-24), kita juga layak mati karena dosa-dosa kita yang melanggar hukum Taurat Allah. Namun Tuhan Yesus dipakukan di kayu salib untuk membayar hukuman atas tuntutan Taurat (Galatia 3:14-14). Bukankah ini kasih karunia? Pembelaan atas orang yang tidak sepantasnya dibela! Saya dan Saudara sudah dibela Kristus hingga Dia mati di kayu salib. Masih kurang? Bahkan pembelaan Tuhan Yesus tetap bagi kita selama-lamanya (band. Roma 8:31-34). Ajaib bukan?
3. Perempuan itu menerima KEPERCAYAAN dari Kristus.
“Akupun tidak menghukum engkau,. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (ayat 11). Kalimat “jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” seringkali semacam pesan yang membebani banyak orang Kristen. Kita pergi dengan pengampunan, namun terasa dibebani dengan perintah untuk tidak berbuat dosa lagi. Dan sebenarnya ini adalah pemikiran yang salah sama sekali! Bayangkan apakah kita akan mempercayakan uang kita kepada orang yang kedapatan mencuri atau korupsi di kantor kita? Tidak bukan? Demikian juga apakah layak memberikan kepercayaan lagi kepada perempuan yang tertangkap basah berbuat zinah? Siapa yang dapat yakin bahwa dia akan berhenti dari perbuatannya yang tercela itu? Tetapi Tuhan Yesus melakukannya! Tuhan Yesus dalam ayat 11 itu sebenarnya sedang memberikan kembali kepercayaanNya kepada perempuan ini. Tuhan ingin berkata: “Aku tetap percaya engkau akan hidup lebih baik dari saat ini, bertobat dan tidak akan berbuat dosa lagi”. Tahukah Saudara kasih karunia Tuhan Yesus bukan saja mengampuni dan membela kita, tetapi Dia percaya pada kita, bahwa kita masih bisa hidup bagi Dia bukan bagi dosa! Mungkin kita sudah gagal, jauh dari Tuhan Yesus dan berbuat dosa yang menyakitkan hatiNya. Kita tidak layak dipercaya lagi oleh Kristus, Tuhan kita, bahkan mungkin oleh sesama kita (manusia saja nggak mungkin percaya kita). Namun tidak demikian, ketika kita kembali pada Tuhan kita, Yesus Kristus. Dia mengasihi Saudara. Dia mau mengampuni, membela dan MENGANGGAP saya dan Saudara layak untuk hidup bagi kemuliaanNya bukan hidup bagi dosa lagi!

Saya ingin mengakhiri dengan apa yang saya yakin terjadi saat itu. Saya percaya perempuan itu pergi dengan perasaan yang tidak terkirakan. Penuh syukur, limpah dengan sukacita dan perasaan bangga! Betapa tidak? Kasih karunia Kristus diterimanya. Pengampunan , pembelaan dan dipercaya untuk hidup baru, hidup bagi kemuliaan Tuhan Yesus bukan lagi untuk dosa. Bagaimana dengan saudara, para penerima kasih karunia?

Pdt. Lukas Widiyanto, S.Th.

Minggu, 05 Februari 2012

HIDUP SEPERTI UAP Gambaran Kesementaraan Hidup

Yakobus 4:13-14

Hidup seperti Uap adalah merupakan gambaran dari kesementaraan kehidupan ini. Dalam pembacaan kita hari ini ada sebuah komunitas yang begitu yakin akan keuntungan dalam usaha dagangnya (ayat 13). Siapa kita, (kaya, miskin, sehat) hidup kita seperti uap!
Yakobus mendorong kita untuk menyadari bahwa hidup kita seperti uap sehingga bisa menumbuhkan kesadaran tentang:
I. KESADARAN TENTANG KEBERADAAN
Uap adalah suatu keberadaan dari suatu sumber, uap tersebut menyatakan atau menjelaskan sumber tersebut. Hidup kita digambarkan seperti uap, dan sumber ‘uap’ tersebut adalah Kristus. Keberadaan kita harus bisa menjelaskan Kristus sebagai sumber kita dan seharusnya kita bisa menyatakan Kristus bagi dunia ini. Hal ini bisa kita tunjukkan pada saat kita bertutur kata dan bertingkahlaku yang seperti Kristus lakukan
II. KESADARAN TENTANG KEMUNGKINAN
Uap keberadaannya bisa lama atau juga bisa saja cuma sebentar. Sama halnya dengan kehidupan kita sebagai manusia, bisa masih lama atau tinggal sebentar. Oleh sebab itu jangan kita merasa kita hidup karena kekuatan kita sendiri seperti komunitas yang Yakobus maksudkan (ayat 13). Kita ada di dunia ini karena kemurahan Tuhan, oleh sebab itu kita harus tetap di jalannya Kristus. Jadi kita siap sedia kapan saja sampai Tuhan memanggil kita dan kita didapati dalam keadaan yang tak bercacat.
III. KESADARAN TENTANG KEPASTIAN
Setiap kita pasti lenyap seperti uap, artinya suatu kali kita harus kembali kepada Tuhan atau meninggal dunia. Oleh sebab itu kita harus bijaksana dengan hidup ini. Kita harus menjadi instrumen Allah untuk menggenapkan rencanaNya di dalam dunia ini.
ketiga kesadaran yang ditumbuhkan oleh Yakobus dalam setiap kita membawa kita untuk hidup benar dan berkarya bagi Kristus, dengan kata lain jangan sia-siakan waktu-waktu dalam hidup kita(Yakobus 4:15).

Karena sumber kita adalah Kristus, seharusnya kita meletakkan Kristus sebagai yang utama di setiap rancangan-rancangan yang kita miliki. Ketika kita tidak melibatkan membuat kita merasa setiap kesuksesan dan keberhasilan yang kita miliki adalah kemampuan kita sendiri. Sadarilah, tanpa Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15), sama seperti ranting yang harus melekat pada pokoknya. Kristus adalah segalanya bagi kita, jangan yang lain. Karena itu mulailah persekutuan dengan Tuhan dan libatkanlah Tuhan dalam setiap perencanaan kita.

Kita tidak layak menyombongkan diri dengan keberhasilan atau kemampuan kita. Ingat, apa yang bisa kita lakukan adalah karena Tuhan. Buang segala kesombongan dan keangkuhan dalam menjalani kehidupan ini, sehingga kita menjadi orang yang tetap rendah hati, dan bersyukur atas kepercayaan yang Tuhan beri.

Janganlah kita menunda untuk berbuat baik (ayat 17), karena kita tidak tahu apakah besok kita masih ada dan masih bisa berbuat baik? Karena hidup kita singkat, jangan tunda untuk berbuat baik. Tuhan yesus memberkati.

Pdt. Abednego Ezron Susanto, M.A

Alasan Tidak Membayar Perpuluhan

Tiga orang yang berbeda profesi sedang berdiskusi soal perpuluhan. Mereka masing-masing mengemukakan alasan mengapa mereka belum membayar perpuluhan.

Akuntan: Saya belum membayar perpuluhan karena belum menerima surat tagihan dari Tuhan.

Pengacara: Kalau saya belum membayar perpuluhan karena belum ada undang-undang yang mengaturnya.

Bankir: Saya sih sudah lama mau membayar perpuluhan, tapi sampai sekarang saya belum tahu nomor rekening Tuhan.

cabe deeeh....

ALBUM KENANGAN