Selamat datang di www.wartamaranatha.blogspot.com - Memberitakan Injil dan Mendewasakan Kerohanian

Sabtu, 28 Juni 2014

Jangan Mendukacitakan Roh Kudus

Efesus  4:30

    
    Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Efesus dan kita untuk tidak mendukakan Roh Kudus. Secara sederhana, istilah “mendukakan” yang dalam bahasa Yunaninya lupeo, berarti membuat sedih, atau menyusahkan hati [band. KBBI]. Jadi, Paulus menasehati kita agar kita tidak menyusahkan hati Roh Kudus. Mengapa kita tidak boleh mendukakan Roh Kudus? Di bawah ini ada beberapa alasan mengapa kita tidak boleh mendukakan Roh Kudus.
 
1. Karena Roh Kudus adalah Pribadi Allah.
     Perhatikan bahwa Rasul Paulus menekankan bahwa Roh Kudus adalah Allah yang BERPRIBADI. Dia memiliki perasaan sehingga Dia dapat didukakan. Hanya seorang Pribadi yang memiliki perasaan dan dapat didukakan. Berbeda dengan benda atau sekedar kuasa. Jadi, Roh Kudus adalah Allah yang berpribadi. Karena Roh Kudus berpribadi, maka kita seharusnya tidak mendukakan hatiNya, tetapi menyenangkan hatiNya. Berikutnya, Paulus di ayat ini mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah ALLAH. Kalimat “Roh Kudus Allah” dalam bahasa Yunani bila diterjemahkan secara literal adalah “Roh Kudus milik Allah”. Jadi yang dimaksud rasul Paulus Roh Kudus adalah Roh-Nya Allah. Itu berarti Roh Kudus adalah Allah. Dia sehakekat dengan Bapa dan Tuhan Yesus. Dan karena Roh Kudus adalah Allah, maka Dia layak untuk DIHORMATI, DITAATI dan DISENANGKAN hati-Nya oleh anak- dan Allah Anak. Itu sebabnya mari kita TIDAK mendukakan Roh Kudus dan belajar menyenangkan hatiNya. 
 
2. Karena Roh Kudus adalah Meterai .
    Kita tidak boleh mendukakan Roh Kudus karena Dia SUDAH memeteraikan kita untuk menjadi milik Allah sekaligus menjamin apa yang telah kita terima dalam Kristus, yaitu penebusan kita [Efesus 1:13-14]. Ya, kita SUDAH dimeteraikan oleh Roh Kudus saat kita percaya kepada Tuhan Yesus [Efesus 1:13-14 Band. 1 Korintus 12:1-3]. Istilah “Dimeteraikan Roh’ pertama-tama menunjukkan bahwa kita dijadikanNya milik Allah di dalam Kristus [Efesus 1:13-14]. Bayangkan kalau kita menjadi milik Kristus, bahkan Alkitab menunjukkan pada kita bahwa kita adalah milik kesayanganNya. Dan itu dikerjakan oleh Roh Kudus yang tinggal di dalam kita. Sangat disayangkan jika kemudian kita mendukakan hati Roh Kudus bukan? Kedua, “dimeteraikan Roh Kudus” menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah jaminan untuk menerima keselamatan kekal [ Efesus 1:14 Band. 2 Korintus 1:21-22]. Roh Kudus-lah yang menjadi penjamin kita PASTI menerima keselamatan kekal kelak ketika Kristus datang kembali. Betapa penting dan besar peran Roh Kudus Allah bagi kita. Jika demikian, masihkah kita akan mendukakan hatiNya? 
 
3. Karena kita adalah manusia baru dalam Kristus.
    Konteks Efesus 4:17-32 ini adalah tentang manusia baru di dalam Kristus Yesus. Setiap orang yang percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya adalah manusia baru. Itu berarti di dalam Yesus Kristus kita adalah manusia baru [Efesus 4:17-24]. Manusia yang dibaharui oleh Roh Kudus. Dan karena kita manusia baru, yang dibaharui dalam roh dan pikiran kita, seharusnya kita menyenangkan hati Tuhan, hati Roh Kudus, bukan mendukakan hatiNya. Itu sebabnya kemudian Paulus menegaskan agar jemaat Efesus sebagai manusia baru menanggalkan perbuatan-perbuatan manusia lama yang mendukakan hati Allah, termasuk hati Roh Kudus [ayat 25-32]. Mari kita ingat bahwa kita adalah MANUSIA BARU, ciptaan baru yang seharusnya hati, pikiran dan batin kita semata-mata rindu menyenangkan hati TUHAN. Itu sebabnya jangan dukakan Roh Kudus.
 
BILAMANA KITA MENDUKAKAN ROH KUDUS?   
    Kapan kita mendukakan Roh Kudus? Sederhana, saat kita, sekalipun adalah manusia baru yang sudah dibaharui oleh Roh Kudus dalam hati dan pikiran kita dan sudah dimeteraikan oleh-Nya, tetapi masih hidup dengan PERBUATAN manusia lama. Ya, sekalipun kita sudah dibaharui oleh Roh Kudus dan Dia tinggal dalam hidup kita, tetapi kita masih saja hidup dalam perbuatan manusia lama, perbuatan DOSA. Itu sebabnya mari kita buang dusta, bohong, amarah, kemalasan, pencurian, perkataan kotor, fitnah, pertikaian, kebencian dan segala kejahatan  [Efesus 4:25-32]. Semua itu mendukakan hati Roh Kudus.
    
    Akhirnya, janganlah mendukakan Roh Kudus karena Dia Allah yang tinggal dalam kita. Dan lagi kita adalah manusia baru yang diciptakan baru untuk menyenangkan hatiNya, bukan mendukakanNya. Roh Kudus memampukan kita. Amin     

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Ketika Roh Kudus Dicurahkan


Kisah Para Rasul 2:1-11


    Roh Kudus sudah dicurahkan. Benar, inilah yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 2:1-11. Dan berkatnya tetap bagi kita di masa kini. Mari kita lihat apa yang terjadi saat Roh Kudus dicurahkan ?
 
1. Orang percaya dipenuhi Roh Kudus [ayat 4].
     Saat Roh Kudus dicurahkan, murid-murid dipenuhi oleh Roh Kudus. Semua, tanpa terkecuali dipenuhi Roh Kudus dan mereka berkata-kata dalam bahasa Roh. Ya, Pencurahan Roh Kudus yang pertama memungkinkan setiap setiap orang Kristen dipenuhi Roh Kudus. Karena Roh Kudus telah dicurahkan, maka setiap orang percaya dapat dipenuhi Roh Kudus. Pengalaman pencurahan Roh Kudus sebagai pemenuhan janji Allah dalam Perjanjian Lama dan sekaligus janji Tuhan Yesus saat pelayananNya telah digenapi. Dan terjadi sekali untuk selamanya, namun dampak atau bisa dikatakan sebagai “berkat” dari pencurahan Roh Kudus tersebut adalah berkat selamanya. Kita bukan saja dibaptis oleh Roh kudus, tetapi dapat terus menerus dipenuhi oleh Roh Kudus [KPR 8:14-17;10:44-46;19:1-7 band, Efesus 5:18]. Sebab itu Rasul Paulus mendorong setiap orang Kristen untuk terus menerus dipenuhi oleh Roh Kudus [Efesus 5:18 - sesuai tata bahasa Yunani]. Apakah Saudara penuh dengan Roh Kudus hari ini?
 
2. Orang percaya menikmati Pengalaman Rohani.
    Pada pencurahan Roh Kudus yang pertama, para murid menerima pengalaman rohani [ayat1-4,13]. Murid-murid berkata-kata dalam bahasa Roh. Dan sangat penting kita perhatikan bahwa saksi mata saat itu melihat fenomena yang ‘aneh’ sehingga mereka menyindir para murid sebagai “orang yang mabuk anggur di pagi hari” [ayat 13]. Ini menunjukkan kemungkinan adanya pengalaman rohani yang mereka lihat saat Roh Kudus dicurahkan. Sebenarnya, pengalaman rohani yang dialami murid-murid adalah akibat logis dari kehadiran Roh Kudus [4:31;10:44-46; 19:1-7]. Ya, di mana Roh Kudus hadir, di situ terjadi pengalaman rohani yang dalam. Pengalamanan rohani tidak selalu yang nampak ‘aneh’ atau spektakuler, namun dapat saja ‘jamahan’ Tuhan yang membuat kita begitu bersyukur, teguran Roh Kudus melalui firman Tuhan membuat hati kita tersentuh dan bertobat atau hati yang terangkat menyembah dalam pujian. Ingatlah bahwa pengalaman rohani setiap orang ketika Roh Kudus menjamahnya dapat berbeda-beda. Namun dimana Roh Kudus hadir di situ pasti ada pengalaman rohani yang indah.
 
3. Orang percaya memuji dan menyembah Tuhan.
    Saat para murid menerima pencurahan Roh Kudus dan dipenuhi, mereka memuliakan TUHAN [ayat 11]. Bukankah Tuhan Yesus mengajar bahwa Roh Kudus menuntun kita untuk memuliakan diriNya? [Yohanes 16: 13-14]. Rasul Paulus menegaskan bahwa saat kita dipenuhi Roh Kudus, maka kita akan memuji Tuhan Yesus, menaikkan nyanyian rohani, mazmur dan puji-pujian [Efesus 5:18-21]. Apakah kita penuh Roh Kudus? Ya, pencurahan Roh Kudus membuat hati kita bernyanyi. bagi Tuhan.
 
4. Orang percaya terdorong untuk memberitakan Injil.   
    Roh Kudus dicurahkan dan memenuhi murid-murid mereka menjadi  berani memberitakan Injil [ayat 12-40 band. Yohanes 20:19,26]. Ini yang terpenting, Roh Kudus diutus Tuhan supaya  kita menerima kuasa untuk menjadi saksi-Nya, memberitakan Injil [Lukas 24:48-49; KPR 1:8].  Bukan saja untuk menikmati pengalaman rohani, namun juga untuk memberitakan Injil.
    
    Di Turki, kita akan melihat ‘monumen’ gereja-gereja di Asia Kecil seperti yang ada di Alkitab, tetapi sayang, gereja-gereja tersebut sudah tidak ada. Monumen itu hanya untuk memperingati adanya gereja di sana. Nah, di hari Pentakosta ini apakah sekedar menjadi ‘monumen’ bagi kita? Pencurahan Roh Kudus memungkinkan kita untuk dipenuhi oleh Roh Kudus, memuliakan Tuhan Yesus dan menerima kuasaNya untuk memberitakan Injil. Tetapi apakah kita sedang mengalami Roh Kudus Allah? Apakah dipenuhi oleh Roh-Nya? Dan masih memberitakan Injil? Jangan biarkan Pentakosta hanya jadi monumen. Tuhan Yesus memberkati. 

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Anak-anak Bapa Di Sorga [2]


Matius 5:48

    Kotbah di Bukit adalah pengajaran Tuhan Yesus tentang hubungan Bapa di Sorga dengan anak-anakNya. Ini nampak dengan digunakannya istilah “Bapa” 17 kali dalam kotbah di bukit dan istilah tersebut menunjuk pada Allah Bapa di Sorga [Matius 5:16,16,48; 1:1,4,6,8,9,14,15,18,26,32;7:11,21]. Ya, khotbah ini diperuntukkan anak-anak Bapa. Siapa anak-anak Bapa di Sorga? Alkitab, menegaskan bahwa setiap orang yang percaya dan menerima  Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya [Yohanes 1:12]. Ini saatnya Saudara menerima Kristus Yesus dan dijadikan anak-anak Bapa.
TUHAN YESUS Mengajarkan Ciri-ciri Anak-anak Bapa
    
    Pada kesempatan yang lalu kita sudah belajar mengenai ciri-ciri anak-anak Bapa yang Tuhan Yesus ajarkan dalam khotbahNya di bukit [Matius 5-7]. Ciri-ciri yang pertama, Meneladani Bapa [Matius 5:48]. Sebagai anak-anak Bapa sudah seharusnya kita mencerminkan karakter Bapa kita yang di Sorga. Ini hubungan kita dengan diri kita sebagai anak-anak Bapa. Kedua, Memuliakan Bapa [Matius 5:16]. Anak-anak yang baik, adalah anak-anak yang bangga kepada Bapa-nya dan ingin orang lain mengenal Bapanya. Ini hubungan kita, sebagai anak-anak Bapa dengan dunia. Dunia harus-lah kenal dan memuliakan Bapa kita di Sorga. Dan tugas kita adalah hidup sedemikian hingga dunia memuliakan Bapa. Dan  Ketiga, Menyenangkan hati Bapa [Matius 6:1]. Ini hubungan kita, anak-anak dengan Bapa kita secara personal. Apakah kita sebagai anak-anak Bapa rindu dan selalu hidup untuk menyenangkan hatiNya?

 Berkat Bagi Anak-anak Bapa di Sorga
    Tuhan Yesus tidak hanya mengajar bagaimana hidup sebagai anak-anak Bapa yang di Sorga, tetapi Dia juga menunjukkan apa berkatnya. Ada berkat-berkat yang luar biasa ketika manusia dijadikan anak-anak Allah, anak-anak Bapa di Sorga.   
 
1. Menjadi anak Bapa adalah BERKAT yang TERBESAR .
    Bayangkan menjadi anak Bapa, Allah yang Mahamulia dan Mahasegalanya. Dianggap anak oleh Presiden saja  kita akan bersukacita dan bangga, apalagi bila kita dijadikan anak-anak Bapa, Allah Yang Mahakuasa. Luar biasa kan? Bukan itu saja, mari kita lihat diri kita? Siapa kita sehingga Allah Bapa yang Mahasegalanya menjadikan kita anak-anakNya? Bukankah kita terbatas, hanya ciptaanNya? Lebih lagi bukankah kita adalah ‘ciptaan yang rusak’ oleh dosa? Tetapi Allah Bapa menjadikan kita anakNya. Kita diangkat menjadi anak-anakNya. Kita, anak yang berdosa, durhaka dan memusuhi Bapa, tetapi melalui Tuhan Yesus, kita dijadikan anak-anak Bapa. Luar biasa kan? Itu sebabnya mari bersyukur. Dijadikan anak-anak Bapa adalah ANUGERAH dan BERKAT yang terbesar, yang tidak terkira.
 
 2. Memiliki keberanian dari kepastian jawaban doa.
     Bila Allah, dalam Yesus Kristus adalah Bapa kita, maka kita memiliki KEBERANIAN untuk BERDOA [Matius7:7-11]. Inilah berkatnya. Dengan berani kita dapat meminta kepada Allah Bapa yang berada di Sorga, sebab Dia adalah Bapa kita. Bukan hanya keberanian untuk berdoa, tetapi KEPASTIAN jawaban atas doa kita sebagai anak-anakNya, dijamin oleh Bapa [ayat 7]. Tuhan Yesus mengajar dengan tegas bahwa Bapa pasti menjawab doa kita. Dan jawaban Bapa adalah yang terbaik. 
 
3. Memiliki pemeliharaan Bapa yang SEMPURNA.
    Berkat berikutnya adalah kita sebagai anak-anak Bapa akan diperliharaNya dengan pemeliharaan yang sempurna. Berulang kali Tuhan Yesus mengajarkan untuk tidak kuatir karena kita memiliki Seorang Bapa yang memelihara [Matius 6:25-34]. Mengapa pemeliharaanNya itu “sempurna”? Karena Bapa adalah Allah Yang Mahasegalanya, Dia yang berada di Sorga, Dia sanggup memelihara kita.  Karena Bapa adalah Allah yang tahu kebutuhan kita sebelum kita berdoa. Bahkan Dia tahu kebutuhan kita lebih dari kita sendiri tahu. Terakhir, karena Bapa tahu yang terbaik bagi kita. Dan yang terpenting pemeliharaanNya yang sempurna adalah pemeliharaan sampai kita pulang ke rumah Bapa.
    Nah, betapa berbahagianya Saudara, anak-anak Bapa di Sorga?

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Anak-anak Bapa Di Sorga


Matius 5:48

    Kotbah di Bukit adalah pengajaran Tuhan Yesus tentang hubungan Bapa di Sorga dengan anak-anakNya. Ini nampak dengan digunakannya istilah “Bapa” 17 kali dalam kotbah di bukit dan istilah tersebut menunjuk pada Allah Bapa di Sorga [Matius 5:16,16,48; 1:1,4,6,8,9,14,15,18,26,32;7:11,21]. Ya, khotbah ini diperuntukkan anak-anak Bapa. Siapa anak-anak Bapa di Sorga? Alkitab, menegaskan bahwa setiap orang yang percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya [Yohanes 1:12]. Apakah Saudara adalah anak-anak Bapa? Percaya dan terima Tuhan Yesus maka saat ini juga Saudara dijadikanNya sebagai anak-anak Bapa di Sorga.
    
    Khotbah dibukit yang diajarkan Tuhan Yesus sangat menekankan bagaimana ciri-ciri seorang anak Bapa di Sorga. Puji Tuhan, bila Saudara adalah anak-anak Bapa di Sorga. Tetapi apakah Saudara memiliki ciri seorang anak Bapa?
 
1. Meneladani Bapa [ayat 44,48].
    Inilah ciri yang pertama: Meneladani Bapa di Sorga [ayat 48]. Tuhan Yesus mengajar “kamu harus sempurna, sama seperti Bapamu yang di Sorga”. Ya, seorang anak Bapa yang baik akan rindu meneladani ayahnya. Jika kita anak Bapa di Sorga kita akan ingin meneladani  Bapa kita bukan? Ingatlah, di dalam Kristus Yesus, kita adalah anak-anak Bapa. Bukankah anak-anak secara natur, secara alami mewarisi sifat-sifat ayahnya? Nah, bukankah aneh jika kita anak Bapa di Sorga, tetapi berkelakuan seperti Iblis? Ya, secara natur, kita seharusnya memiliki ‘sifat-sifat’ Bapa kita, Bapa yang ada di dalam Sorga. Mari kita teladani Bapa kita. Apakah ini bisa? Bagaimana mungkin? Mungkin saja, karena ini perintah Tuhan Yesus. Dan yang terpenting, bukan kita yang berusaha dengan kekuatan kita sendiri, tetapi Allah Tritunggal-lah yang yang berkarya bagi kita dan di dalam kita. Kita dapat hidup meneladani Bapa karena kuasa Roh kudus, karena cinta Kristus dan hati Bapa, bukan kekuatan kita. Teladanilah Bapa kita di Sorga. Pertama,  meneladani KEBENARAN dan KEKUDUSANNya [Matius 5:17-37]. Mari kita teladani kebenaran dan kekudusan Bapa. Hiduplah sebagai anak-anak Bapa dalam perkataan dan tindakan yang benar dan kudus. Kedua, meneladani KASIHNya [Matius 5:38-47]. Kasih Bapa, kasih yang memberi, mengampuni dan mengasihi bukan hanya orang-orang yang baik dengan kita, bahkan yang memusuhi kita. Apakah kita anak Bapa? Teladanilah Bapa kita.
 
2. Memuliakan Bapa  [ayat 16].
     Tuhan Yesus mengajar bagaimana  seorang anak yang baik, pasti bangga kepada Bapa-Nya dan  rindu orang lain melihat kebaikan BapaNya. Dan “Bapa dimuliakan” ada kerinduan dan doa anak-anak Bapa [Matius 6:9]. Nah, apakah kita anak-anak Bapa di Sorga? Rindukah Saudara memuliakan Bapa? Mari kita bukan hanya mendoakan agar Bapa dimuliakan, tetapi juga ‘mengusahakannya’ dengan perbuatan baik dan kebenaran [Matius 5:38-47]. Dengan demikian nama Bapa dimuliakan karena perbuatan kita yang benar dan dalam kasih.
 
3. Menyenangkan Bapa  [Matius 6:1].
    Tingkah laku seorang anak Bapa yang baik pasti rindu menyenangkan hati Bapa-nya. Perhatikan kata “upah” bukan dalam arti balas budi, tetapi menekankan bahwa Bapa memperhatikan dan menunjukkan perkenananNya atas ‘usaha ’ menyenangkan hatiNya. Masakan seorang ayah yang memberikan anaknya upah, bukan kasih dan perhatian. Bila seorang ayah baik kepada anaknya, bukan karena memberi upah, tetapi karena dia memang anaknya. Bapa tahu apa yang kita lakukan untuk menyenangkan hatiNya. Dia tahu ibadah kita, pelayanan dan persembahan kita. Mari kita rindu menyenangkan hati anakNya, ini saatnya kita juga menyenangkan hatiNya. Mari kita senangkan hati Bapa dengan ibadah, pelayanan, persembahan, disertai karakter Bapa yang bertumbuh dalam kita.
    
    Kita adalah anak-anak Bapa, mari kita meneladani Bapa, memuliakan dan belajar menyenangkan hatiNya. Bapa, kami anak-anakMu...

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Menikmati Damai Sejahtera Allah


Filipi 4:6-7

    Apakah saudara menikmati damai sejahtera yang sudah diberikan Tuhan Yesus? Kita adalah PENERIMA damai sejahtera dari Allah, melalui Tuhan Yesus [Roma 5:9-10]. Ketika kita percaya Tuhan Yesus, kita diperdamaikan dengan Allah, sesama, diri sendiri dan lingkungan. Sudahkah Saudara menerima damai sejahtera ini? Di damaikan dengan Allah? Percaya dan terimalah Tuhan Yesus dan terimalah damai sejahteraNya.
    
    Karena kita telah menerima damai sejahtera Allah, sudah seharusnya kita dapat terus merasakan damai sejahtera itu. Namun kenyataannya, karena kita masih di dunia yang penuh tantangan dan kita sendiri adalah manusia yang penuh ‘kelemahan’ , terkadang damai sejahtera dapat saja menjadi ‘barang langkah.’ Itu sebabnya rasul Paulus memberikan kita nasehat praktis bagaimana dapat manikmati damai sejahtera.
 
1. Sehati dan sepikirlah [ayat 2, 3].
   Rasul Paulus menasehati jemaat Filipi agar sehati dan sepikir karena tanpa kesehatian dan kerukunan, bagaimana ada damai sejahtera? Perselisihan adalah ‘pencuri’ utama damai sejahtera Allah dalam hati kita. Itu sebabnya, hindari perselisihan dan bangunlah kesehatian dan satu pikiran. Bagikan kasih dan damai sejahtera [Matius 5:9]:. Jangan masalah kecil diperbesar, tetapi padamkan amarah, kebencian dan perdamaian.
 
2. Buanglah kekuatiran [6,7].
     Seringkali bukan pergumulan hidup yang membuat kita kehilangan damai sejahtera, tetapi KEKUATIRAN karena pergumulan hidup itulah yang mencurinya. Seharusnya Paulus, orang yang paling kuatir akan masa depannya. Bagaimana tidak, dia ada dalam penjara [Bandingkan pasal 1]. Tetapi justru Paulus mengajar jemaat untuk tidak kuatir. Kekuatiran adalah pencuri damai sejahtera Allah dalam kita. Itu sebabnya serahkanlah segala kekuatiran Saudara kepada Allah. “Serahkan”, artinya kita benar-benar menyerahkannya kepada Tuhan, jangan lagi kita ‘pegang’ kekuatiran itu. Paulus juga menjelaskan caranya, yaitu BERDOA. Serahkan kekuatiran kita dalam doa, permohonan dan ucapan syukur; maka damai sejahtera Allah PASTI kita terima [ayat 7]. Percayalah. 
 
3.Berpikirlah yang positif [ayat 8].
     Pikiran negatif dan jahat mencuri damai sejahtera kita. Itu sebabnya Paulus memberikan nasehat supaya kita terus menerus berpikir secara positif. Berpikirlah positif BUKAN-lah menyangkali kenyataan, tetapi, mendisiplin pikiran kita untuk menolak pikiran yang negatif, sia-sia dan jahat. Berpikir positif adalah melatih pikiran kita untuk memikirkan yang positif. Semua yang benar, yang mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, yang disebut kebajikan dan yang patut dipuji. Bila kita dengan kekuatan Roh Kudus mendisiplin pikiran kita untuk berpikir positif, tentu saja damai sejahtera Allah memelihara hati dan pikiran kita. 
 
4. Lakukanlah firman Allah [ayat 9].
      Ini nasehat terakhir untuk dapat menikmati damai sejahtera: Lakukanlah firman TUHAN. Paulus mendorong jemaat Filipi untuk melakukan apa yang diajarkan dan diteladankannya, yaitu kebenaran firman Tuhan. Dan saat kita melakukan Firman Tuhan, maka ALLAH SUMBER DAMAI SEJAHTERA menyertai kita [ayat 9]. Kita akan kehilangan damai sejahtera ketika kita TIDAK MELAKUKAN Firman Tuhan, ketika kita melawan firmanNya. Mengapa? Karena melanggar firmanNya menempatkan kita menjadi ‘pelawan’ Allah. Dan bukankah perbuatan dosa menyebabkan hati nurani kita tertuduh? Itu sebabnya lakukan firman Tuhan dan nikmati damai sejahteraNYa sebab bukan hanya damai sejahtera bagi pelaku Firman Tuhan, tetapi Allah sendiri, Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kita. Dan pastinya kita tidak akan pernah kekurangan damai sejahtera sebab Sumber damai sejahtera yang menyertai kita, bukan? 

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Kebangkitan Yang Memulihkan


1 Korintus 15:3-4

    Dalam kuasa kebangkitanNya, Tuhan Yesus, memulihkan murid-muridNya. Selama 40 hari Tuhan Yesus yang sudah, bangkit menampakkan diri kepada murid-muridNya [Ayat 14 band. Kisah para Rasul 1:4]. Untuk apa Dia menampakkan diriNya? Pertama, Tuhan Yesus menampakkan diriNya untuk membuktikan bahwa Dia sudah bangkit dan hidup [Band. 1 Korintus 15:5-8]. Kedua, untuk memulihkan kondisi para muridNya. Lihat saja Maria Magdalena yang putus asa atau Tomas yang skeptis terhadap kebangkitanNya. Dan kali ini Petrus-lah yang akan dipulihkan Tuhan.
 
1. Memulihkan iman yang tergoncang.
   Seperti murid-murid lainnya, sejak kematian Tuhan Yesus, iman Petrus pastilah TERGONCANG. Bahkan setelah melihat Yesus yang bangkit sekalipun, nampaknya Petrus belumlah pulih. Hal ini terlihat dari cara Petrus, ‘pemimpin dari kumpulan penjala manusia’ dengan berkata : “Aku pergi menangkap ikan.” [ayat 1-3]. Nampaknya Petrus masih tergoncang dan ragu, siapa yang akan ‘memelihara’ mereka kelak karena Yesus sudah mati dan tidak lagi bersama mereka. Goncangan iman ini nampak juga dari cara Allah, dalam Yesus, “mengijinkan mereka GAGAL” semalaman [ayat 3]. Ini kegagalan dalam usaha memenuhi kebutuhan mereka. Bukan itu saja, iman yang tergoncang ini terlihat dari bagaimana Tuhan Yesus MEMULIHKAN iman Petrus. Pertama, Tuhan menunjukkan perhatianNya akan kebutuhan ‘lauk pauk’ para muridNya [ayat 4,5]. Rupanya benar bahwa Petrus mengkuatirkan masa yang akan depan, mengkuatirkan lauk pauk mereka, mengkuatirkan keadaan mereka yang akan datang. Adakah iman kita sedang tergoncang? Jangan lagi, sebab Tuhan Yesus sudah bangkit dan hidup. Dia bahkan tetap sama. Kasih dan perhatianNya bagi murid-muridNya, termasuk kita, tidak berubah. Kedua, Tuhan Yesus memulihkan iman Petrus dengan menyatakan kuasaNya yang TIDAK BERUBAH. Dia ubah kegagalan menjadi KEBERHASILAN [ayat 6]. Bahkan mengadakan dari yang tidak ada [ayat 9]. Tuhan Yesus ingin berkata: “Petrus, jangan takut dan kuatir, Aku hidup dan berkuasa, Aku tetap Dia”. Hari ini apakah ada iman yang tergoncang? Jangan takut Tuhan Yesus yang bangkit, adalah Tuhan yang hidup, penuh kasih dan Mahakuasa. Dia tidak berubah.
 
2. Memulihkan panggilan yang padam.
     Tanpa berusaha menuduh Petrus, namun kisah ini menunjukkan padamnya panggilan Petrus. Panggilannya tergoncang. Petrus telah dipanggil menjadi penjala manusia [Lukas 5:10]. Bahkan panggilan itu diulang sesudah kebangkitanNya [Yohanes 20;20-21]. Tetapi nampaknya Petrus kehilangan  ‘api’ dari panggilan Tuhan  Yesus dengan ‘mencari ikan di danau’. Apakah saudara mulai kehilangan panggilan Tuhan. Ingatlah, Saudara dipanggil bukan saja untuk diselamatkan, namun juga untuk memberitakan Injil [Matius 28:20]. Apakah kita masih berapi-api memberitakan InjilNya? Kematian Tuhan dan Gurunya, menyebabkan padamnya juga panggilan Tuhan. Mungkin harus juga Saya ingatkan bahwa kita juga dipanggil untuk memuliakan Tuhan Yesus, menyembah Dia dan menjadi serupa dengan Dia. Apakah ini menjadi prioritas Saudara? Apakah kita berapi-api untuk bertumbuh dan memuliakan Allah Bapa dan Tuhan kita, Yesus Kristus? Jika saat ini padam, kembalilah ingat panggilan Tuhan Yesus bagi Saudara seperti Tuhan Yesus memulihkan Petrus. Lihat, Tuhan Yesus memulihkan dengan menunjukkan peristiwa yang sama persis dengan panggilan mula-mula Petrus, panggilan Tuhan untuk menjadi penjala manusia [Lukas 5:10]. Mencari ikan di danau  yang sama, yaitu di danau Galilea; mengalami kegagalan yang sama, tidak mendapatkan ikan semalaman dan mengalami mujizat yang sama [lihat Lukas 5:1-11]. Luar biasa bukan? Apakah saudara kehilangan ‘api’ panggilan Tuhan? Hari ini, Tuhan Yesus mencari Saudara, Dia akan memulihkan dengan kuasa kebangkitanNya. 
 
3.Memulihkan kasih yang suam karena kegagalan.               
    Petrus telah mengalami beberapa kali  ‘kegagalan’ sehubungan dengan membuktikan kasihnya kepada Yesus, Guru dan sekaligus Tuhan-nya [Matius 26:31-35]. Kegagalan Petrus bukan hanya menyangkali Yesus tiga kali, tetapi sejak di taman Getsemani. Petrus gagal berjaga dan menemani Tuhan Yesus meskipun hanya satu jam saja [ Matius 26:40]. Dan yang paling membuatnya terpuruk, Petrus menyangkali Tuhan Yesus tiga kali sesuai dengan perkataan Tuhan [Matius 26:69-75]. Siapa yang tidak terpuruk? Seorang murid pertama, terkemuka dan mungkin ‘pemimpin’ dari 11 murid lainnya gagal mengungkapkan kasih dan kesetiaannya? Itu sebabnya Petrus tidak nampak dicatat Alkitab berada di sekitar salib Kristus di Golgota. Bahkan ucapan-ucapannya yang seringkali heroik tidak lagi terdengar setelah kegagalannya. Apakah Saudara sedang mengalami kegagalan rohani, kegagalan dalam mengikut Tuhan Yesus? Mengecewakan hatiNya? Perhatikan kisah ini bahwa kuasa kebangkitan Tuhan Yesus memulihkan Petrus dan pasti hari ini memulihkan Saudara. Itu sebabnya Petrus dicari olehNya. Tuhan Yesus menyelesaikan kegagalan Petrus. Dia mengampuni Petrus bahkan ‘jauh’ sebelum kebangkitanNya [ayat 15-17 band. Lukas 22:60-61]. Bukan hanya mengingatkan pengampunanNya, tetapi Tuhan Yesus memberi ‘KESEMPATAN yang baru’ pada Petrus untuk mengungkapkan pernyataan kasihnya. Hingga tiga kali [ayat 15-17]. Dan yang lebih luar biasa, Tuhan Yesus memberikan kesempatan kepada Petrus untuk giat kembali melayani. Tuhan Yesus yang sudah bangkit mencari Saudara. Dia mau mengampuni dan memberikan kesempatan baru untuk menyatakan kasih Saudara kepadaNya. Bukan hanya itu, Dia memberi kesempatan untuk melayani Dia kembali.
    
    Adakah yang tergoncang imannya? Atau adakah yang panggilan Allah ‘padam’ di hatinya?  Atau yang terpuruk karena kegagalan rohani? Tuhan Yesus sudah bangkit. Dia mencari Saudara dan rindu memulihkan saudara. Ada yang mau dipulihkanNya?

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Kristus Bangkit Bagi Kita


1 Korintus 15:3-4

    Kebangkitan Kristus adalah ajaran Alkitab yang sangat penting. Paulus menegaskan bahwa kematian dan kebangkitan KRISTUS adalah INTI INJIL, Bukan saja inti Injil, tetapi inti Alkitab [1 Korintus 15:3-5]. “Kitab Suci” yang dimaksud di ayat ini adalah Perjanjian Lama karena ketika  1 Korintus 15 ini ditulis, Perjanjian Baru belumlah lengkap. Jadi, Perjanjian Lama jelas menegaskan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Bagaimana dengan Perjanjian Baru? Jelas menegaskan kematian dan kebangkitanNya. Bukankah nats 1 Korintus 15:3-4 ini adalah Perjanjian Baru? Mungkin, saya menambahkan satu lagi, nampak jelas Perjanjian Lama menubuatkan kebangkitanNya [Mazmur 16:10]: “Bahwa Orang Kudus-Nya tidak dibiarkan dalam kebinasaan”. Ini adalah nubuat tentang kebangkitan Kristus. Bukan saya yang menafsirkannya, tetapi Rasul Petrus, oleh ilham Roh Kudus menyatakan bahwa ini adalahnubuat Perjanjian Lama tentang kebangkitan Kristus [ Kisah Para Rasul 2:27]. Terakhir, bahkan Tuhan Yesus sendiri yang mengajarkan bahwa inti Alkitab adalah Dia harus mati dan BANGKIT pada hari yang ketiga [Lukas 24:45--48].
 
Arti Penting Kebangkitan Kristus Bagi Kita
    Bila kebangkitan Kristus merupakan ‘fondasi’ yang penting bagi iman kita pastilah begitu penting juga makna atau arti pentingnya bagi kita, orang-orang Percaya. Mari kita belajar arti penting kebangkitan Kristus bagi kita.
 
1. Kebangkitan Kristus menegaskan bahwa Yesus adalah TUHAN dan ALLAH.
   Kebangkitan Kristus, menegaskan bahwa diriNya adalah TUHAN dan Allah. Dia bukan manusia biasa, tetapi Tuhan dan Allah. Tuhan Yesus bangkit oleh kekuatan kuasa-Nya sendiri. Tuhan Yesus menyebut diriNya kebangkitan dan hidup [Yohanes 11:25]. Artinya, Dia-lah sumber kebangkitan dan sumber hidup. Ini dibuktikan dengan membangkitkan Lazarus. Dia sungguh-sungguh Sang kebangkitan. Dia sumber hidup itu sendiri. Dia ‘memberikan’ kehidupan kembali kepada Lazarus. Jika demikian, pastilah Dia bangkit oleh kuasaNya sendiri. Tuhan Yesus mengklaim bahwa Dia-lah yang menyerahkan nyawaNya dan Dia berkuasa atas nyawaNya. Dia dapat memberikan dan mengambilnya kembali [Yohanes 10:18]. Dengan demikian, Dia sanggup mengambil nyawaNya yang telah diserahkan sesuai tugas Bapa-Nya. Tuhan Yesus juga menyatakan bahwa Dia akan ‘membangun kembali’ tubuhNya dalam tiga hari {Yohanes 2:19-21]. Tidak perlu ragu Dia bangkit oleh kuasaNya sebab Dia TUHAN, Dia Allah. Tuhan Yesus sungguh-sungguh bangkit oleh kuasaNya, meskipun  harus  diperhatikan bahwa  Alkitab juga menegaskan kebangkitan adalah karya Allah Tritunggal  [Roma 6:4; 8:11]. Terakhir, kebangkitan Kristus mengalahkan maut secara jelas menegaskan keilahianNya [Yohanes 20:28; band. Roma 1:4]. Puji Tuhan, kebangkitan Kristus, menyatakan bahwa Dia-lah TUhan dan Allah. Dia hidup dan Mahakuasa, jika demikian untuk apa kita takut menghadapi hari ini dan esok? Bergantunglah pada Tuhan kita, Yesus, yang hidup dan berkuasa.
 
2. Kebangkitan KRISTUS menegaskan kehidupan baru dalam Yesus.
    Kebangkitan Kristus menjadi ‘lambang’ sekaligus ‘sarana’ kehidupan baru bagi kita [Roma 6:4-5,9]. Paulus menjelaskan bahwa orang Kristen diidentifikasikan dengan Kristus, yaitu dengan kematian dan kebangkitanNya. Orang yang percaya Tuhan Yesus, saat itu juga sudah mati bersama Kristus dengan segala pelanggarannya dan manusia lamanya, tetapi juga dibangkitkan bersama Kristus dalam kehidupan baru. Hal ini nampak dalam sakramen baptisan. Petrus menyatakan bahwa oleh kebangkitan Kristus, kita dilahirbarukan [1 Petrus 1:3]. Paskah akan selalu mengingatkan kita bahwa kita semua SUDAH dilahirbarukan, kita semua ADALAH manusia baru dalam Yesus. Itu sebabnya mari kita hidup sebagai manusia baru, jangan lagi dengan kehidupan lama kita. Ingatlah bahwa kebangkitan Kristus menjadikan kita menjadi manusia baru.
 
3. Kebangkitan KRISTUS  mengaskan pembenaran kita [Roma 4:25].
    Oleh pelanggaran kita Yesus mati, tetapi oleh kebangkitanNya kita dibenarkan. Tuhan Yesus menebus kita dari dosa dengan menjadi  ‘korban’ di kayu salib [Matius 20:28]. Dan kebangkitanNya menunjukkan bahwa pengorbananNya diterima Bapa. Maut bagi manusia berdosa, termasuk kita, sudah dibayar lunas dan itu sebabnya Dia bangkit dan tidak tinggal dalam maut selamanya [Roma 6:23]. Dosa kita telah lunas dibayar oleh kematianNya dan kebangkitanNya membenarkan kita. Dan itu berarti kita dibenarkan. Paskah akan selalu mengingatkan kita bahwa kita sudah dibenarkan oleh kebangkitan Kristus, Tuhan kita. Apakah kita hidup sebagai orang-orang yang benar? Tindakan dan tutur kata kita? Nyatakanlah Tuhan Yesus hidup dalam hidup kita.
 
4. Kebangkitan KRISTUS menegaskan kebangkitan tubuh dan kehidupan kekal.
      Kebangkitan Kristus menyatakan bahwa Dia telah mengalahkan MAUT. “Maut” disini bukan saja kematian fisik, tetapi kematian rohani, ‘kematian kedua’, kematian kekal dalam neraka. Tuhan Yesus telah menanggungNya di kayu salib dan mengalahkan dengan kebangkitanNya. [1 Korintus 15:54-57]. Ini berarti tanpa kebangkitan Kristus, tidak ada kepastian kehidupan setelah kematian. Kebangkitan Kristus bukan hanya hidup kembali, tetapi memiliki hidup yang kekal. Kita akan dibangkitkan pada kedatanganNya dan menikmati kehidupan kekal bersamaNya. Kedua, kebangkitan Kristus menjadi dasar bagi kita untuk memiliki keyakinan penuh bahwa satu kali nanti kita pasti menikmati kehidupan kekal. Bukankah Yesus Kristus adalah sulung kebangkitan dan kita berikutnya? Itu sebabnya jangan goyah, tetaplah dalam iman, setia dan layanilah Tuhan kita, Yesus Kristus, karena ada kepastian di dalam Dia. Selamat Paskah.

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

MEMBERI YANG TERBAIK


Markus 14:3-9

        Markus 14:3-9 menceritakan tentang seorang perempuan yang belajar memberi yang terbaik bagi Yesus. Nampaknya kisah ini adalah kisah Maria [saudari Lazarus] yang belajar memberi yang terbaik bagi Yesus, Guru dan Tuhan-nya [Bandingkan Yohanes 12:1-8;Markus 26:6-13]. Maria telah memberi yang terbaik bagi Tuhan Yesus. Apakah kita sudah memberi yang terbaik bagi Tuhan kita, Yesus? Mau belajar memberi yang terbaik bagi Yesus? Mari kita renungkan kebenaran-kebenaran yang diajarkan maria bagi kita tentang memberi yang terbaik.
 
1. Memberi yang terbaik selagi ADA kesempatan [ayat 6-7].
     Maria menggunakan kesempatan yang terbaik, yang dimilikinya untuk belajar memberi yang terbaik bagi Yesus. Ya, Maria memiliki ‘kesempatan’ [ayat 3]. Tahukah Saudara, bahwa itu adalah kesempatan yang terbaik, yang tidak akan terulang? Sebab setelah peristiwa itu Yesus ditangkap dan kemudian disalibkan. Andai saja Maria melewatkan hari itu dan berpikir “besok aja lah, kan masih ada waktu”, maka Maria kan menyesal. Berilah yang terbaik selagi Saudara memiliki kesempatan karena kesempatan tidak akan terulang kembali. Maria bukan hanya memiliki kesempatan untuk memberi yang terbaik, tetapi dia memilki minyak narwastu yang murni, yang mahal untuk dipersembahkan. Bukankah ini “kesempatan”? Bila Maria tidak memiliki minyak, tentu saja dia tidak bisa memberi yang terbaik. Bila Saudara ada, diberkati, bukankah ini saat belajar memberi yang terbaik? Terakhir, Tuhan Yesus TIDAK selalu bersama-sama Maria. Inilah kesempatan untuk memberi yang terbaik. Jangan lewatkan kesempatan untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan kita, Yesus karena kesempatan itu akan berlalu. 
 
2. Memberi yang terbaik, memberi yang paling baik yang kita miliki [ayat 6-7].
    Tuhan Yesus berfirman: “Maria telah melakukan ‘apa yang dapat ia lakukan.” Maksud Tuhan Yesus, Maria telah melakukan yang terbaik, melakukan apa yang dia dapat lakukan. Ini yang pemberian terbaik. Pemberian yang terbaik adalah pemberian yang paling baik yang dimilikinya. BUKAN “apa adanya”. Maria memeriksa apa yang paling mahal, paling baik yang pantas diberikan kepada Guru dan TUHAN-nya. Dan matanya tertuju pada minyak narwastu murni yang mahal harganya [ayat 3].  Pemberian yang terbaik BUKAN “seadanya”.  Maria memberi yang terbaik, bukan seadanya. Apakah kita memberi yang terbaik bagi Tuhan kita, Yesus? Jangan seperti Yudas Iskariot. Dia seorang murid, tetapi PELIT. Orang yang pelit dan kikir tidak mungkin dapat memberi yang terbaik. Biasanya karena kikir, justru orang-orang yang demikian, seperti Yudas Iskariot, adalah pencuri milik Tuhan [Yohanes 12:4-6]. Yang lebih memprihatinkan karena sifat kikir bertumbuh, pada akhirnya Yudas Iskariot bahkan mencari keuntungan dengan menjual Tuhan Yesus [Markus 13:10-11 band. Matius 26:14-16]. Jangan biarkan kekikiran bertahta di hati sehingga kita sulit memberi yang terbaik bagi Tuhan kita, Juruselamat kita.
 
3. Memberi yang terbaik, bukanlah kita, tapi Yesus lebih dahulu [ayat 8].
     Ucapan Tuhan Yesus mengindikasikan bahwa Maria tahu sebentar lagi Yesus akan menderita, mati dan dikuburkan [ayat 7,8 Bandingkan Lukas 10:38-39; 9:22,44]. Ya, Maria tentu saja telah mendengar ajaran tentang kematianNya. Dan meski samar-samar mungkin saja Maria tahu mengapa Yesus harus menderita, mati dan dikuburkan. Tuhan Yesus mati bagi diriNya. Itu sebabnya Maria belajar memberi yang terbaik bagi Tuhan Yesus. Maria tahu PEMBERIAN TERBAIK dari pihak Yesus, Tuhan-Nya, terlebih dahulu. Maria tahu Bukan hanya kasih dan perhatian Yesus [Yohanes 11:33-35]. Atau  bukan hanya dibangkitkannya Lazarus, kakaknya. Tetapi karena Yesus memberikan NYAWA-NYA. Bukankah kita lebih mengetahui hal ini daripada Maria? Bukankah Tuhan Yesus telah mati bagi kita? Dia bukan hanya memberkati, menyembuhkan dan memelihara, tetapi mati bagi kita supaya dengan kematianNya kita beroleh hidup kekal. Bila kita sadar bahwa Tuhan Yesus-lah yang lebih dahulu memberi kita pemberian yang terbaik, yaitu diriNya sendiri, apakah ada yang terlalu besar untuk dipersembahkan kepadaNya? Mari belajar memberi yang terbaik bagi Tuhan dan Juruselamat kita. Dengar suara nyanyian “B’rilah yang terbaik, b’rilah yang terbaik, Tuhan sudah memberikan yang terbaik, apa yang kau b’ri...”

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

HIDUP YANG MENYENANGKAN HATI TUHAN


1 Tesalonika 1:2-3

    Rasul  Paulus selalu mengucap syukur karena jemaat di Tesalonika dan selalu mendoakan mereka. Ada tiga hal yang selalu diingat oleh Rasul Paulus tentang jemaat Tesalonika adalah Pekerjaan iman mereka, usaha kasih, dan ketekunan pengharapan mereka.
        Pada saat Rasul Paulus menulis  surat kepada Jemaat-jemaat, ia merasa puas dengan pertumbuhan rohani mereka. Paulus sering mengawali surat-surat tersebut dengan ucapan syukur kepada Allah untuk kualitas rohani jemaat-jemaat [Efesus 1:15-16,18; Kolose 1:3-5; Filemon 1:4-5]. Marilah kita belajar dari  pertumbuhan rohani jemaat di Tesalonika yang atasnya Rasul Paulus mengucap syukur.
 
1. Pekerjaan Imanmu.
     Artinya pekerjaan atau perbuatan yang terpancar atau dilakukan karena iman kepada Yesus Kristus. Iman adalah sikap mempercayai Allah, dan sikap ini dinyatakan dalam seluruh tindakan kita. Bukankah iman tanpa perbuatan adalah mati? Yakobus 2:17,19. Iman Kepada Tuhan Yesus harus nyata dalam perbuatan kita. Kata “Pekerjaan” itu sendiri memiliki arti ‘lapangan pekerjaan’ atau ‘life style.’  Iman bukan hanya masalah mujizat yang kita terima, tetapi iman juga  harus dinyatakan lewat pekerjaan kita atau gaya hidup kita. Artinya iman harusnya mempengaruhi seluruh aspek hidup kita. Bagaimana iman dinyatakan dalam hidup jemaat di Tesalonika? Pertama, Mereka sukacita dalam penderitaan. [ayat 6]. Iman memampukan mereka untuk tetap sukacita. Kedua, Mereka hidup kudus [ayat 9]. Mereka berbalik dari berhala-berhala, melayani dengan hidup yang kudus [ayat 9], menjauhi percabulan [1 Tesalonika 4:3]. Kehidupan Jemaat Tesalonika sebelum mengenal Tuhan Yesus adalah penyembah berhala dan masih pengaruh  pola pikir Yunani tentang pernikahan yang sangat tidak baik. Tetapi Rasul Paulus mengucap syukur karena semuanya itu mereka tinggalkan dan hidup benar dihadapan Tuhan.Terbukti dalam kehidupan jemaat ini, dengan  usaha iman mereka. Bagaimana dengan kita? kehidupan kita sebagai orang-orang yang beriman, biarlah  Tuhan dan hamba-hamba-Nya bangga melihat usaha iman kita. 
2. Usaha kasihmu
    Rasul Paulus begitu terpesona dengan kasih dari jemaat di Tesalonika, sehingga ada ungkapan-ungkapan  Paulus yang menunjukkan kerinduannya kepada Jemaat Tesalonika [1 Tesalonika 2:17; 3:6,10; 4:9]. Paulus dengan penuh kerinduan, berusaha bertemu dengan Jemaat di Tesalonika. Karena dia mendengar kabar yang menggembirakan yaitu tentang usaha iman dan usaha kasih jemaat ini.  Rasul Paulus meyakini tentang kualitas kasih dari jemaat tesalonika.
    Kata ‘usaha’ atau ‘kupou’ [dalam bahasa Yunani] artinya pekerjaan yang melelahkan, namun dilakukan dengan senang hati tanpa pamrih dan dasarnya adalah  kasih. Apa yang jemaat Tesalonika lakukan, sehingga dipuji usaha kasih mereka? jemaat Tesalonika menerima dengan baik kedatangan Rasul Paulus dan rekan-rekannya [ayat 9], dan Jemaat Tesalonika saling mengasihi/ kasih persaudaraan [2 Tesalonika 4:9-10].  Sehingga kasih  mereka menjadi kesaksian bagi orang di luar Tesalonika yang  ikut merasakan kasih mereka. Saat ini, sebuah teladan  datang kepada  kita, supaya kita  hidup dalam kasih satu dengan yang lainnya. Sehingga orang lain dapat melihat kasih itu di dalam kita.
3. Ketekunan Pengharapanmu.
    Kata ‘Ketekunan’ atau “hupomone”[bahasa Yunani] artinya kesabaran. Namun dalam ayat 3 arti kata ‘hupomone’ lebih luas. Hupomone memberi gambaran bagaimana caranya menghadapi masalah dan ketekunan yang didasari pada pengharapan yang menyala-nyala akan kedatangan Tuhan. Ajaran tentang kedatangan Tuhan Yesus begitu kuat di jemaat Tesalonika. Bahkan ada yang secara ekstrim menanggapinya dengan tidak bekerja karena berpikir Tuhan akan datang. Lepas dari pada itu, Jemaat di Tesalonika begitu sabar dan tekun walaupun ada tantangan, ada penindasan [1 Tesalonika 1:6; 2:14], Bahkan  di 2 Tesalonika  kita dapat lihat, ada ajaran sesat[2 Tesalonika 2-3] dan ada godaan dosa/kedurhakaan [2 Tesalonika 2:7]. Tetapi ajaran tentang Kedatangan Tuhan Yesus menjadi pengiburan [1 Tesalonika 4:18] dan menjadi kekuatan, karena mereka saling membangun satu dengan yang lainnya [1 tesalonika 5:11]. Bagaimana dengan kita? Apakah kita tetap tekun dalam pengharapan kita? 

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

BERBELAS-KASIHANLAH


Matius 14:13-20

        Tuhan Yesus tergerak hatiNya oleh belas kasihan ketika melihat orang-orang yang mengikutiNya. Apakah yang dimaksud dengan belas kasihan? Kata “belas kasihan” adalah perasaan iba melihat orang lain menderita atau perasaan mengasihi karena iba [KBBI,125]. Tentu saja, bagi kita, hanya karena dorongan kasih Kristus, kita dimampukan untuk berbelaskasihan. SEcara tegas Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa Tuhan Yesus bukan hanya TELADAN dari berbelas kasihan, tetapi Dia-lah SUMBER dari BELAS KASIHAN.   Nah, sebagai murid-murid Tuhan Yesus, kita seharusnya juga memilki belas kasihanNya. Bukankah kita anak-anakNya? Sudah seharusnya kita juga berbelas kasihan seperti Yesus, Tuhan kita. Berbelas kasihan kepada mereka yang menderita dan yang terhilang.
Alasan Mengapa Kita Harus BERBELAS KASIHAN
    
    Nats yang kita baca memberikan dua alasan penting mengapa kita harus berbelas kasihan.
1. Karena Tuhan Yang mengajar kita untuk berbelas kasihan [ayat 13-16].
   Ketika Tuhan Yesus berfirman: “Kamu harus memberi mereka makan” [ayat 16], Dia sedang mengajar para murid-Nya untuk bertumbuh dalam belas kasihan. Dia tahu bahwa murid-muridNya tidak memiliki banyak makanan. Apalagi untuk 5000 orang belum termasuk perempuan dan anak-anak [ayat 21]. Tetapi Yesus tetap menyuruh mereka memberi makan. Yesus ingin berkata”Ayo belajarlah berbelas kasihan. Ya, belas kasihan adalah ajaran Tuhan kita. Saat berkhotbah di Bukit, Yesus mengajarkan tentang sedekah bahkan belas kasihan ditujukan bagi orang yang memusuhi kita [Matius 6:1-4;5:44]. Dia menyatakan bahwa yang dikehendaki Bapa adalah belas kasihan [9:13]. Jadi, Bila kita adalah murid-murid Tuhan Yesus sudah seharusnya mendengar dan melakukan ajaran Sang Guru kita, Tuhan Yesus; berbelas kasihanlah. Mari kita taat kepada ajaranNya.
2. Karena Tuhan Yesus MENELADANKAN belas kasihan bagi kita [ayat 14].
   Tuhan Yesus bukan cuma mengajar, Dia memberi TELADAN yang sempurna dalam berbelas kasihan. Setiap kali melihat penderitaan, timbul belas kasihan [ayat 14]. Mari kita teladani, ketika kita diijinkan TUHAN melihat penderitaan orang lain, TUHAN ingin kita berbelas kasihan dan memberikan doa dan bantuan. Berikutnya, belas kasihan Tuhan Yesus, yang diteladankan kepada kita adalah belas kasihan yang tidak terbatas. Bayangkan Tuhan Yesus sedang berduka dan ingin menyendiri karena Yohanes Pembaptis dibunuh dengan kejam oleh raja Herodes [band. 14:1-13], Namun  kesedihanNya tidak menghalangi belas kasihNya kepada orang banyak. Dia tetap melayani dan menunjukkan belas kasihNya. Bagaimana dengan kita? Terakhir, teladan belas kasihanNya adalah belas kasihan “hingga mati di kayu salib”. Ya, bayangkan jika belas kasihanNya hanya menyembuhkan dan memberi makan yang kelaparan, tentu kita tidak akan terselamatkan. Belas kasihan Tuhan Yesus sempurna bahkan tidak melihat siapa kita. Justru pada waktu kita tidak layak dikasihani, Dia mengasihani kita hingga mati di kayu salib [Roma 5:8-10]. Nah, mari kita mengikuti teladan Tuhan kita, berbelas kasihan.
 
Berkat Dari BERBELAS KASIHAN.    
    Belas kasihan mendatangkan berkat yang indah bagi mereka yang berbelas kasihan kepada orang lain. Apa berkatnya? Pertama, belas kasihan yang kita lakukan akan menumbuhkan karakter belas kasihan, sehingga kita terus bertumbuh menjadi serupa dengan KRISTUS [ayat 16-17]. Hanya dengan menanam karakter belas kasihan, maka karakter itu akan terus bertumbuh. Tanamlah, berbelas kasihanlah. Kedua, berbelas kasihan membuat kita ‘turut dilayani’ Tuhan. Lihat saja, para murid yang berbelas kasihan turut pula menikmati mujizat Tuhan Yesus [ayat 20]. Saat kita berbelas kasihan, kita pun beroleh belas kasihan Tuhan. Ketiga, belas kasihan menyebabkan kita menikmati mujizat dan limpahnya berkat. Ya, setiap kali belas kasihan ditaburkan, kita akan melihat mujizat Tuhan Yesus dinyatakan. Dan bukan hanya orang lain yang menikmati, tetapi orang-orang yang menyatakan belas kasihan. Terakhir, belas kasihan menjadikan kita ‘mujizat’ Tuhan bagi orang lain. Bayangkan, ketika seseorang benar-benar membutuhkan pertolongan Tuhan dan kita datang dengan belas kasihan Tuhan menolong orang tersebut. Bukankah orang itu akan bersyukur kepada Tuhan? Bukankah dia mendapat suatu mujizat? Dan mujizat itu adalah Saudara. Yang terpenting, nama Tuhan Yesus dimuliakan melalui hidup kita, belas kasih kita kepada banyak orang.

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Jangan SOMBONG!


Daniel 4:28-37

    Nebukadnezar, raja Babel menjadi sombong karena keberhasilannya. Apakah “sombong” itu? Sombong adalah menghargai diri secara berlebihan; memegahkan atau meninggikan diri; congkak [KBBI,hal. 1083]. Nah, apakah kita sombong? Kita harus waspada, karena kesombongan TIDAK SELALU nampak di mulut dan sikap seseorang. Sombong terkadang menggunakan ‘topeng’ kerendahan hati di wajah, sementara itu kesombongan dapat bertumbuh di hati. Mengerikan bukan? Dalam kisah raja Nebukadnezar ini, dia dikisahkan menjadi sombong bahkan dengan kata-katanya. 
         Nebukadnezar menyombongkan dirinya. Lihat saja, dia gunakan ‘senjata’ kesombongan seperti lazimnya. “Senjata” kesombongan itu Pertama, Menggeser posisi TUHAN. Nebukadnezar dengan segera menggangap kebesaran dan kejayaan Babel adalah karyaNya bukan karya TUHAN [ayat 30]. Ya, kesombongan selalu melupakan TUHAN dan karyaNya. Dan itu berarti kesombongan selalu menjadikan seseorang mengandalkan diri sendiri, bukan Tuhan. Kedua, senjata kesombongan adalah merendahkan orang lain. Kesombongan akan selalu memandang orang lain ‘lebih rendah’ darinya. Awas, jangan sombong.
Mengapa Kita Tidak Boleh Sombong?
   
     Membaca dan merenungkan kisah kesombongan raja Nebukadnezar ini, maka kita akan segera menemukan  alasan pengapa kita tidak boleh sombong. 

1. Karena semua yang kita miliki adalah PEMBERIAN TUHAN.
   Nebukadnezar ‘lupa’ bahwa semua kebesaran, kemuliaan adalah dari TUHAN [ayat 30 band. ayat 36]. Kesombongan atas segala kebesaran dan kemuliaan Babel ‘membutakan’ matanya bahwa semua miliknya adalah pemberian Sang Pencipta yang berdaulat. Bukankah apa yang kita pakai, yang kita miliki dan capai hari ini adalah PEMBERIAN TUHAN kita Yesus? Jika demikian, apa yang bisa kita sombongkan, jika semua adalah PEMBERIAN? Bahkan hidup ini adalah pemberian Tuhan [ayat 30-32]. Bukan saja pemberian Tuhan, tetapi pemberian Tuhan, melalui orang-orang disekitar kita sehingga tidak layak kita menyombongkan diri atas semua pemberian Tuhan [1 Korintus 4:6-7]. Semua yang ada pada kita, kita peroleh dari orang lain, misalnya kepandaian. Kepandaian kita karena ada yang mengajarkan kepada kita. Bayangkan jika kita tidak pernah diajar orang lain? Itu sebabnya mari buang kesombongan dan mulai belajar rendah hati.
 
2. Karena kita, manusia yang rentan dan serba terbatas.
     Kisah Nebukadnezar yang sombong dan ‘dijadikan’ lupa ingatan, mengingatkan kita bahwa kita manusia yang rentan dan terbatas [ayat 30-33]. Bayangkan, tanpa penyebab, sakit atau pergumulan berat, Nebukadnezar menjadi hilang ingatan gila dan berlaku seperti lembu. Betapa rentan dan terbatasnya manusia. Dimana kekuatan Nebukadnezar? Dimana kecakapan dan kepandaiannya? Di mana para ahli kedokterannya atau para bijaksananya? Hanya beberapa saat saja dia menjadi gila. nah, apa yang kita sombongkan? Kekuatan dan kesehatan kita? Kepandaian dan pengalaman kita? Atau apakah kekayaan dan kemuliaan kita? Semuanya terbatas dan RENTAN. Manusia tidak lebih seperti ‘bejana tanah liat’, mudah hancur. Itu sebabnya jangan sombong. Lebih baik jika kita merendahkan diri kita di tangan Yang MahaPerkasa, Yang Tidak Terbatas, di tangan Tuhan kita, Yesus Kristus. Awas, jangan sombong.
3. Karena kesombongan akan menerima upahnya.
      Raja Nebukadnezar menerima hukuman TUHAN atas kesombongannya: SEMUA diambil dari hidupnya [ayat 30-33]. Bukankah kesombongan awal kehancuran? Ya, kesombongan pasti dihukum karena kesombongan menempatkan kita menjadi ‘musuh’ Allah [Amsal 6:16-17]. Kesombongan adalah dosa yang dibenciNya. Bahkan firman Tuhan berkata bahwa Dia menentang orang-orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati [1 Petrus 5:5-6]. Jangan sombong, karena kesombongan akan membawa kita pada ‘upahnya’, yaitu hukuman. Bukankah lebih baik kita rendahkan diri dan hati dihadapan Tuhan kita Yesus dan menerima belas kasihanNya?
   
     Akhirnya, mari kita kita sadari bahwa semua yang kita miliki dan capai adalah pemberian TUHAN dan betapa terbatas serta rentannya hidup kita. Seraya kita ingat kesombongan tidak membuat kita menjadi ‘lebih terhormat’ dan ‘lebih indah’, melainkan menuai hukuman. Rendahkan  diri dihadapan Tuhan Yesus dan nantikan belas kasihanNya. Bukankah air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah?

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Masihkah kau mencintaiKU?


Wahyu 2:1-5

    Tuhan Yesus mencela jemaat Efesus karena kehilangan kasih mula-mula. Bila boleh saya bahasakan, Tuhan Yesus bertanya kepada  jemaat Efesus dan kita: “Masihkah kau mencintaiKu?” Masihkah kita mencintai TUHAN? Ini bukan sekedar ‘emosi’, tetapi Tuhan Yesus TAHU persis apa yang ada di hati jemaatNya. Dia melihat hati kita apakah jemaat Efesus masih mencintai Dia. Tuhan Yesus tahu persis apakah kita masih mengasihi Dia atau tidak.
    Sebenarnya secara kasat mata jemaat Efesus adalah jemaat yang baik, bahkan bagi kita, mereka adalah jemaat yang luar biasa. Bagimana kondisi mereka? Pertama, jemaat Efesus adalah jemaat yang  melayani, yang tidak kenal lelah bagi Tuhan [ayat 2,3].  Kedua, mereka adalah jemaat yang TEKUN dan SABAR dalam penderitaan [ayat 2,3]. Terakhir, mereka adalah jemaat yang mau belajar firman Tuhan dan teguh dalam pengajaran [ayat 2,6]. Lalu, mengapa Tuhan Yesus tetap mencela jemaat Efesus? Sebab mereka melakukan segalanya TANPA KASIH yang seperti dahulu, tanpa kasih yang mula-mula. Tuhan Yesus melihat dan tahu persis hal ini. Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa tanpa kasih, semua jerih payah, ketekunan dan teguh dalam doktrin akan sia-sia. Semua itu menjadi kebiasaan tanpa “jiwa”, rutinitas tanpa kesungguhan dan hanya sebuah kegiatan tanpa ‘spirit.’ [1 Korintus 13:1-4]. Apakah kita masih mengasihi Tuhan kita, Yesus? Atau seperti jemaat Efesus terjebak dalam banyak kegiatan tanpa kasih kepada Kristus?
Sebuah Jalan Keluar Dari Hati-Nya
    
    Tuhan yesus tidak hanya mencela, tetapi dengan hatiNya, dengan kasihNya memberi jalan untuk kembali kepadaNya. Inilah jalan keluar yang diberikan-Nya bagi kita. 
 
1. Sadarilah kondisi kita.
    Bila kita tidak sadar terhadap KEJATUHAN kita, bagaimana mungkin kita dapat tertolong? Hanya mereka yang sadar dirinya sakit akan membutuhkan tabib bukan? Sebab itu Tuhan Yesus mendorong kita untuk ingat, untuk sadar akan kondisi kita yang meninggalkan kasih yang semula. Perhatikanlah bahwa bagi Tuhan Yesus, kehilangan kasih yang semula adalah KEJATUHAN yang sangat dalam. Mengapa? Bayangkan, betapa mengerikannya bila seseorang melakukan banyak hal untuk TUHAN tetapi tanpa kasih. Itu akan menyebabkan kita terjerumus dalam pelayanan dan ‘persembahan seadanya’ tanpa kasih. Yah, yang penting dikerjakan, yang penting ada, yang penting nampak ‘semua baik’, tetapi tanpa kasih yang bernyala. Kedua, sadar atau tidak, tanpa kasih, semua yang kita kerjakan menjadi sebuah kemunafikan atau kepura-puraan. Sadarilah tidakkah kita telah jatuh? Masihkah kita mencintai Tuhan?
 
2. Bertobatlah.
     Tuhan mendorong jemaat Efesus dan kita untuk bertobat. Bertobat adalah sikap berpaling dari perbuatan yang lama. Itu berarti berhenti, berpaling dari kegagalan kita. Berpalinglah dari sikap hidup dan kerohanian yang tanpa kasih kepada Tuhan Yesus. Dalam pertobatan ada pengakuan bahwa kita telah kehilangan kasih yang semula. Di dalam pertobatan kita ‘tinggalkan’ kehidupan tanpa kasih dan memulai yang baru, melakukan segalanya dengan kasih kepada Kristus, Tuhan kita.
 
3. Lakukan lagi apa yang semula  
      Tuhan tidak saja mendorong kita untuk menyadari kejatuhan kita dan bertobat, tetapi dengan kasihNya, Dia MEMINTA kita melakukan’yang kita kerjakan semula dengan kasih yang semula’. Lakukan lagi. Tuhan Yesus yang meminta jemaat Efesus untuk tetap berjerih lelah, tetap setia, tetap tekun dan teguh dalam pengajaran. Demikilah Tuhan Yesus meminta kita melakukan yang sama karena semua itu ekspresi kasih yang natural. Kasih akan secara alami akan mengekspresikan dirinya. Kita bisa saja melayani tanpa kasih, tetapi kita tidak bisa mengasihi tanpa melayani. Kita bisa saja tekun dan sabar tanpa kasih, tetapi tidak ada kasih tanpa ketekunan dan kesabaran. Kita bisa tekun dalam doktrin tanpa kasih, tetapi kasih tidak dapat tidak akan membuat kita rindu ‘mempelajari’ surat cinta dari Tuhan. Itu sebabnya lakukan lagi, tetapi karena kita memang mengasihi Tuhan Yesus. Lakukanlah lagi, kali ini karena kita mengasihi Tuhan Yesus.
    
    Akhirnya, mari kita bertanya pada diri kita masing-masing, apakah kasih kepada Yesus masih bernyala di hati kita? Apakah semua yang kita lakukan, yang kita namakan ‘pelayanan’, ketekunan, ibadah, kesetiaan adalah wujud kasih kita kepadaNya? Coba dengar suara Tuhan Yesus, Kekasih jiwa kita, bertanya sekali lagi: “Masihkah kau mencintaiKu?”    

Pdt. Lukas Widiyanto, M.Th.

Alasan Tidak Membayar Perpuluhan

Tiga orang yang berbeda profesi sedang berdiskusi soal perpuluhan. Mereka masing-masing mengemukakan alasan mengapa mereka belum membayar perpuluhan.

Akuntan: Saya belum membayar perpuluhan karena belum menerima surat tagihan dari Tuhan.

Pengacara: Kalau saya belum membayar perpuluhan karena belum ada undang-undang yang mengaturnya.

Bankir: Saya sih sudah lama mau membayar perpuluhan, tapi sampai sekarang saya belum tahu nomor rekening Tuhan.

cabe deeeh....

ALBUM KENANGAN